Ibuku punya kucing. Namanya Junior. Warnanya putih polos. Matanya berwarna hitam kebiru-biruan. Ekornya pendek. Masih lebih panjang telapak tanganku. Kata ayah, kucing ini jenisnya anggora. Aku tak paham apa maksudnya.
Ayah membelinya di Bandung. Waktu itu, ayah sedang ada tugas kantor di sana. Sebenarnya sudah lama ibu ingin punya kucing. Tapi ayah baru bisa membelikannya dua bulan lalu.
Kucing ibuku itu suka berlari dan meloncat. Waktu pertama kali dibawa ke rumah, Junior langsung berlari masuk rumah. Lalu meloncat ke sofa. Hampir saja dia menjatuhkan vas bunga yang ada di meja. Untung saja, ayah dengan cepat memegang vas bunga itu.
Kadang Junior juga suka mencakar dan menggigit. Teman mainku, Dino, ketika mau memegang leher Junior, nyaris dicakarnya. Aku juga pernah. Waktu mau menghitung kumisnya, aku hampir digigitnya. Tapi sebelumnya aku sudah berhasil menghitung jumlah kumisnya. Yang di pipi kiri ada delapan helai, dan yang di pipi kanan ada tujuh helai.
Kucingku nakal. Suka mengganggu ketika aku sedang bermain. Sehingga sering mainanku-mainanku jadi berantakan. Bahkan, pernah robot kesayanganku patah karena digigitnya, eh tidak, karena dinjaknya. Aku jadi nangis dibuatnya. Tapi esoknya ayah membelikan robot baru untukku.
Pernah juga Junior minum susu milikku. Ceritanya, ketika aku mau minum susu, aku tinggal sebentar ke kamar mandi. Tapi begitu kembali, eh ternyata Junior sedang mencicipi susu kental manis kesukaanku. Sejak itu, aku jadi nggak suka minum susu.
Waktu aku bilang ke ibu kalau Junior nakal, ibu cuma tersenyum. Rasanya Ibu lebih sayang Junior daripada aku. Hampir setiap bertemu Junior, Ibu selalu membelai lehernya. Sementara, Ibu jarang membelai leherku.
Aku juga sudah lapor ke ayah kalau Junior nakal. Tapi ayah cuma bilang begini,“Kalau Junior nakal, dicubit saja.” ”Bagaimana mau mencubit Junior Yah, nanti malah aku yang digigitnmya,” protesku.
Sambil menggendongku, Ayah cuma tertawa mendengar jawabanku.
Karena benci Junior, pernah aku minta ke Bi Inah, pembantuku, untuk membuangnya ke pasar. Tapi Bi Inah tidak berani. Ibuku bisa marah kalau tahu. Aku pun tak berani membuangnya sendiri. Bukan karena takut dimarahi ibu, tapi karena aku tak kuat mengangkat Junior.
Lalu, suatu hari, ayah dan ibu pergi ke luar kota untuk menengok nenek yang sakit. Aku tak diajak karena baru sembuh dari sakit. Aku ditinggal bersama Bi Inah dan Junior.
Sebelum berangkat, Ibu berpesan padaku,” Baik-baik ya dengan Junior. Jangan bertengkar terus. “ “Junior juga jangan nakal,” pesan Ibu juga kepada Junior.
Aku beruntung, hari itu Junior tidak nakal. Dia hanya duduk saja di pojok kamarku. Sambil sesekali menggerak-gerakkan ekornya dan menjilat-jilat kakinya. Sepertinya dia mematuhi pesan ibuku tadi. Sampai malam tiba, Junior masih baik-baik saja. Dia tidak banyak tingkah atau polah.
Karena mengantuk, aku tidur terlebih dahulu. Sebelumnya aku sempat bilang Junior,”Aku tidur dulu ya Junior. Nanti kalau kamu mau tidur, boleh tidur di sampingku. Tapi jangan ngompol lho.”
Saat tengah malam, aku terjaga. Aku mendengar suara aneh dari kamar ayah dan ibu. Kulihat Junior tidur di sampingku. Kupegang kasur tempat Junior tidur. Tidak basah. Kali ini, dia patuh untuk tidak ngompol.
Karena penasaran dengan suara tadi, aku bangun. Aku menuju kamar ayah. Aku kaget, di sana ada laki-laki dewasa yang berusaha membuka paksa lemari ayah. Cepat aku mencoba sembunyi di balik kursi. Tapi orang itu melihatku. Dia lalu menuju ke arahku. Aku takut. Tidak tahu harus berbuat apa.
Tiba-tiba, orang itu sudah ada di depanku dan memegangiku dengan kuat. aku tak bisa bergerak. Tangan kanan orang itu juga menutupi mulutku dengan plester. Lalu dia mengikat tangan dan kakiku. Lalu meletakkanku di atas sofa. Aku mau menangis. Teringat ayah dan ibu.
Sementara, pencuri itu masih berada di kamar ayah. Tapi tiba-tiba. “Aaauuwww....” pencuri itu menjerit. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Sepertinya pencuri itu merasa kesakitan. Dan kudengar juga suara Junior dari kamar itu.
Mendengar suara kesakitan itu, tetangga-tetanggaku berdatangan. Dengan cepat mereka menangkap pencuri itu. Serta menyelamatkanku. Setelah itu, si pencuri dibawa ke polisi.
Esok harinya, ketika ayah dan ibu datang, aku ceritakan semuanya. Termasuk kehebatan Junior melawan pencuri. Junior hanya mengeong-ngeong saja mendengar ceritaku.
Sejak itu aku jadi sayang pada Junior. Meski sedikit nakal, tapi Junior kucing yang pemberani dan lucu. Aku berjanji akan selalu menyayanginya. Dan sejak itu pula aku kembali suka minum susu.
Junior
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar